Mawar
Kamu panggil aku mawar,
Sebuah bunga yang banyak digunakan untuk mengungkapkan rasa cinta.
Tapi apa iya ada cinta diantara kita?
Kamu dan aku berasal dari dunia yang berbeda.
Seperti air dan api.
Siang dan malam.
Hitam dan putih.
Tapi entah kenapa kamulah yang bisa mengukir senyum di bibir ini, dan kamulah orang yang kucari ketika ada waktu senggang.
Kata orang, jangan pernah mencoba menggabungkan dua elemen yang berbeda karena salah satu sudah pasti harus padam.
Namun hati tetap ingin memberi kesempatan.
Kamu panggil aku Mawar,
Akupun menjawab. “Ya, sayang?”
29-04-19
Sebuah bunga yang banyak digunakan untuk mengungkapkan rasa cinta.
Tapi apa iya ada cinta diantara kita?
Kamu dan aku berasal dari dunia yang berbeda.
Seperti air dan api.
Siang dan malam.
Hitam dan putih.
Tapi entah kenapa kamulah yang bisa mengukir senyum di bibir ini, dan kamulah orang yang kucari ketika ada waktu senggang.
Kata orang, jangan pernah mencoba menggabungkan dua elemen yang berbeda karena salah satu sudah pasti harus padam.
Namun hati tetap ingin memberi kesempatan.
Kamu panggil aku Mawar,
Akupun menjawab. “Ya, sayang?”
29-04-19
Curahan Hati
Tahukah kamu?
Bahwa kamu merupakan penduduk tetap dalam hatiku.
Kamu selalu mengitari pikiranku.
Ada dan tiadanya ragamu disisiku.
Bayangmu selalu bersamaku.
Mungkin iya kamu mencampakanku.
Namun itu hanya perkataan yang kau utarakan.
Gerak-gerikmu seakan ingin berontak.
Karena kau masih mengecup keningku dengan manis.
Kau masih ingin mengukir senyum di bibirku.
Aku sayang kamu.
Tidak.
Aku cinta kamu.
Kembalilah padaku.
Biarkanlah aku kembali menjadi milikmu.
Hidupkanlah kembali keharmonisan diantara kita.
Aku tahu kamu juga tahu.
Bahwa kau dan aku dilahirkan untuk bersatu.
Berhentilah meragukan fakta itu.
Kembalilah, sayangku.
23 April 2016
Bahwa kamu merupakan penduduk tetap dalam hatiku.
Kamu selalu mengitari pikiranku.
Ada dan tiadanya ragamu disisiku.
Bayangmu selalu bersamaku.
Mungkin iya kamu mencampakanku.
Namun itu hanya perkataan yang kau utarakan.
Gerak-gerikmu seakan ingin berontak.
Karena kau masih mengecup keningku dengan manis.
Kau masih ingin mengukir senyum di bibirku.
Aku sayang kamu.
Tidak.
Aku cinta kamu.
Kembalilah padaku.
Biarkanlah aku kembali menjadi milikmu.
Hidupkanlah kembali keharmonisan diantara kita.
Aku tahu kamu juga tahu.
Bahwa kau dan aku dilahirkan untuk bersatu.
Berhentilah meragukan fakta itu.
Kembalilah, sayangku.
23 April 2016
Bumi dan Mentari
Aku adalah Mentari, dan kamu adalah Bumi. Kita adalah dua hal yang hidup berdampingan tapi tidak akan pernah bersatu. Namun ada kalanya kita berdua harus bertemu, dan memberikan energi positif kepada satu sama lain. Dimana kamu, memberikanku kehidupan dan aku memberimu cahaya.
Tanpamu, Bumi, aku hanyalah sebuah bola besar yang diselimuti oleh lautan api—tanpa kehidupan, tanpa harapan. Tidak ada yang berani mendekatiku, karena jika terlalu dekat, aku akan menyakitinya.
Tanpaku, kehangatan tidak akan pernah menyentuhmu dan kamu hanya akan menjadi gumpalan kecil yang gelap gulita.
Aku ingat waktu itu, kita dipertemukan oleh sang Bulan. Dia bilang ada temannya yang ingin berkenalan denganku. Aku; si bola besar yang tidak rupawan ini. Kata Bulan, namamu Bumi. Dia bilang, kamu adalah planet yang hebat, penuh dengan kehidupan, namun kamu kesepian, karena temanmu hanyalah kegelapan. Lantas, aku tertarik denganmu—sang planet yang penuh kehidupan.
Kita dipertemukan suatu hari. Jujur, aku malu. Aku hanya bisa mengumpat di balik Bulan. Pada awalnya, kamu hanyalah sebuah planet yang gelap gulita, namun saat kita bertatap muka, cahayaku mulai menaungi permukaanmu dan aku seperti merasa hidup untuk pertama kalinya.
Aku ingin selalu bisa bersamamu, karena kamu begitu indah di mataku. Di dalammu, ada banyak manusia-manusia kecil yang memanggil-mu rumah. Dan menurutku, rumah adalah pujian terbesar bagi siapapun, karena rumah adalah tempat dimana kita bisa merasa nyaman.
Katamu, aku cemerlang. Cahayaku melebihi bintang-bintang yang biasanya menemani-mu. Aku tersipu malu, selama ini, aku merasa aku hanyalah gumpalan cahaya yang besar... tidak ada gunanya.
Hatiku pun jatuh kepadamu.
Tapi kita tidak bersatu. Entah kenapa jarak diantara kita semakin lebar dan bukan sebaliknya. Aku berusaha bertanya pada Bulan, apakah kamu marah kepadaku, apakah aku menyakitimu? Tapi dia tidak pernah memberiku jawaban. Akupun hanyut dalam kesedihan, dan cahayaku, tertutupi oleh gerhana.
Beberapa waktu setelah itu, aku merasa aku sudah cukup dewasa untuk kembali menunjukan cahayaku, namun tidak kepadamu, walau kadang Sang Bulan menyalurkannya cahayaku kepadamu. Walau dari jauh, aku tetap ingin mengaggumimu.
Denganmu lah aku mengerti, bahwa cinta tidak harus memiliki. Walau begitu, selalu ada pilihan untuk tetap berada di dalam hidupnya, dan tetap memberikannya kebahagiaan.
Dan itulah pilihan yang aku ambil.
Bumi, kamu adalah bagian penting dalam hidupku, maka izinkanlah aku untuk selalu berada dalam hidupmu untuk memberimu cahaya dan kehangatan. Karena hanya ketika kita bersatu, aku menjadi penuh dengan kehidupan dan kamu menjadi bercahaya.
13 Maret 2015
Untuk: Sandhyakala Wikan Anantabrata
Untuk waktu yang sudah terlewati, dan untuk kebenaran yang akhirnya terungkap bertahun-tahun setelahnya.
Tanpamu, Bumi, aku hanyalah sebuah bola besar yang diselimuti oleh lautan api—tanpa kehidupan, tanpa harapan. Tidak ada yang berani mendekatiku, karena jika terlalu dekat, aku akan menyakitinya.
Tanpaku, kehangatan tidak akan pernah menyentuhmu dan kamu hanya akan menjadi gumpalan kecil yang gelap gulita.
Aku ingat waktu itu, kita dipertemukan oleh sang Bulan. Dia bilang ada temannya yang ingin berkenalan denganku. Aku; si bola besar yang tidak rupawan ini. Kata Bulan, namamu Bumi. Dia bilang, kamu adalah planet yang hebat, penuh dengan kehidupan, namun kamu kesepian, karena temanmu hanyalah kegelapan. Lantas, aku tertarik denganmu—sang planet yang penuh kehidupan.
Kita dipertemukan suatu hari. Jujur, aku malu. Aku hanya bisa mengumpat di balik Bulan. Pada awalnya, kamu hanyalah sebuah planet yang gelap gulita, namun saat kita bertatap muka, cahayaku mulai menaungi permukaanmu dan aku seperti merasa hidup untuk pertama kalinya.
Aku ingin selalu bisa bersamamu, karena kamu begitu indah di mataku. Di dalammu, ada banyak manusia-manusia kecil yang memanggil-mu rumah. Dan menurutku, rumah adalah pujian terbesar bagi siapapun, karena rumah adalah tempat dimana kita bisa merasa nyaman.
Katamu, aku cemerlang. Cahayaku melebihi bintang-bintang yang biasanya menemani-mu. Aku tersipu malu, selama ini, aku merasa aku hanyalah gumpalan cahaya yang besar... tidak ada gunanya.
Hatiku pun jatuh kepadamu.
Tapi kita tidak bersatu. Entah kenapa jarak diantara kita semakin lebar dan bukan sebaliknya. Aku berusaha bertanya pada Bulan, apakah kamu marah kepadaku, apakah aku menyakitimu? Tapi dia tidak pernah memberiku jawaban. Akupun hanyut dalam kesedihan, dan cahayaku, tertutupi oleh gerhana.
Beberapa waktu setelah itu, aku merasa aku sudah cukup dewasa untuk kembali menunjukan cahayaku, namun tidak kepadamu, walau kadang Sang Bulan menyalurkannya cahayaku kepadamu. Walau dari jauh, aku tetap ingin mengaggumimu.
Denganmu lah aku mengerti, bahwa cinta tidak harus memiliki. Walau begitu, selalu ada pilihan untuk tetap berada di dalam hidupnya, dan tetap memberikannya kebahagiaan.
Dan itulah pilihan yang aku ambil.
Bumi, kamu adalah bagian penting dalam hidupku, maka izinkanlah aku untuk selalu berada dalam hidupmu untuk memberimu cahaya dan kehangatan. Karena hanya ketika kita bersatu, aku menjadi penuh dengan kehidupan dan kamu menjadi bercahaya.
13 Maret 2015
Untuk: Sandhyakala Wikan Anantabrata
Untuk waktu yang sudah terlewati, dan untuk kebenaran yang akhirnya terungkap bertahun-tahun setelahnya.
Kepada Lelaki Yang Singgah di Hatiku |
Paparan Sanubari. |
Kepada lelaki yang singgah di hatiku,
Maukah kamu tetap berada disitu? Sesungguhnya kamu membantuku untuk menjadi manusia yang seutuhnya, karena setelah bertemu kamulah aku bisa merasakan semua emosi yang Tuhan ciptakan untuk manusia. Kepada lelaki yang singgah di hatiku, Bolehkah aku kembali pulang ke pelukanmu? Aku ingin kembali merebahkan kepalaku di dadamu, mendengarkan detak jantungmu yang mengiringiku tidur, dan membiarkan hangat tubuhmu menyelimutiku. Kepada lelaki yang singgah di hatiku, Maukah kamu genggam erat tanganku? Aku tidak ingin kehilangan dirimu. Keberadaanmu memberikan ketenangan kepada nuraniku. Kepada lelaki yang singgah di hatiku, Aku tau aku tak perlu menyebut namamu, karena aku tau kamu tau siapa dirimu. 21 November 2014 |
Tumpah sudah sarwa emosi dalam kalbu.
Tercampur semua dalam air mata yang jatuh satu per satu. Lima hari Ku tahan semua perasaanku. Takut akan rindu yang memburu. Namun hangat suaramu seperti merangkulku. Menghidupkan kembali semua rasa yang telah membisu. Akankah kita segera bertemu? Sesungguhnya aku sudah ingin pulang ke pelukmu. 24 September 2014 |
Sambatan Hati. |
Angan-angan. |
Diam membisu ku tak kuat lagi.
Terlalu sering hati ini kau lukai. Sangat ingin dirimu ku benci. Namun entah kenapa aku selalu bangkit berdiri. Seperti manusia baja yang tak bisa tersakiti. Jujur aku lebih ingin mati suri. Membiarkan gelap menyelimuti diri. Ingin aku teriak minta tolong. Lelah dengan sukma yang mulai kosong. Mengapa begitu susah bagimu untuk mengerti? Bahwa aku hanya ingin dicintai. Meski begitu jika kamu terbebani. Mungkin akan lebih baik jika aku pergi. Meninggalkan jejak cinta yang pernah kita miliki. Walau sudah tidak ada lagi. 23 September 2014 |
Ketika aku melihat matamu, aku melihat jauh melampaui apa yang ada di depanku.
Aku melihat masa depanmu. Kesuksesanmu. Semua yang kamu raih dengan jerih payahmu. Lebih dari itu aku melihat diriku disitu. Kadang dibelakangmu, kadang disampingmu. Kadang mendorongmu untuk terus maju. Kadang menjadi senderan untuk menghilangkan lelahmu. Namun apa yang sebenarnya akan terjadi di depan tidak ada yang tahu. Termasuk aku. Mungkin hanya Tuhan yang tahu. Walau begitu, aku ingin bertanya kepadamu. Apakah kamu mengizinkan aku untuk melakukan itu? 19 September 2014 |
Ikatan.
Ragamu dan ragaku taakan selalu bersatu.
Walau aku percaya hatimu dan hatiku selalu satu.
Detik demi detik telah kita lewati.
Mendekatkan diri dengan hari yang kita takuti.
Berhenti.
Aku ingin waktu untuk berhenti.
Biarkanlah aku terlelap nyaman di pelukmu.
Diiringi dengan harmoni detak jantungmu.
Tapi apa dayaku.
Tak sanggup-ku beradu dengan waktu.Namun percayalah padaku.
Jemariku akan sellau mencari jemarimu.
Sampai kapanpun itu.
18 September 2014
Walau aku percaya hatimu dan hatiku selalu satu.
Detik demi detik telah kita lewati.
Mendekatkan diri dengan hari yang kita takuti.
Berhenti.
Aku ingin waktu untuk berhenti.
Biarkanlah aku terlelap nyaman di pelukmu.
Diiringi dengan harmoni detak jantungmu.
Tapi apa dayaku.
Tak sanggup-ku beradu dengan waktu.Namun percayalah padaku.
Jemariku akan sellau mencari jemarimu.
Sampai kapanpun itu.
18 September 2014
Sekali Berarti, Setelah itu; Mati.
"Sekali berarti sesudah itu mati." Begitu kata Chairil Anwar, seorang sastrawan ternama di negeri ini.
Jika benar seperti itu, aku ingin hidup yang hanya satu ini menjadi berarti.
Berarti bagiku dan untukmu.
Biarkan aku mendedikasikan hidup ini, untukmu. Karena aku ingin mengukir senyuman di bibirmu, dan membelai rambutmu, sampai ragaku sudah tidak sanggup lagi untuk melakukan itu.
Sekali berarti, sesudah itu; mati.
Dan jika kematian telah menjemputku, berjanjilah kepadaku bahwa kau akan selalu mengenangku… mengenang kita. Cerita kita yang ditulis sendiri dengan argumen, konflik, memori, dan waktu yang kita lewatkan bersama.
Hidup ini hanya sekali, maka, biarkanlah aku tertidur lelap di pelukmu, sampai gelap tak lagi bisaku terjang.
29 June 2014
Jika benar seperti itu, aku ingin hidup yang hanya satu ini menjadi berarti.
Berarti bagiku dan untukmu.
Biarkan aku mendedikasikan hidup ini, untukmu. Karena aku ingin mengukir senyuman di bibirmu, dan membelai rambutmu, sampai ragaku sudah tidak sanggup lagi untuk melakukan itu.
Sekali berarti, sesudah itu; mati.
Dan jika kematian telah menjemputku, berjanjilah kepadaku bahwa kau akan selalu mengenangku… mengenang kita. Cerita kita yang ditulis sendiri dengan argumen, konflik, memori, dan waktu yang kita lewatkan bersama.
Hidup ini hanya sekali, maka, biarkanlah aku tertidur lelap di pelukmu, sampai gelap tak lagi bisaku terjang.
29 June 2014